1. Latar
Belakang
Pengetahuan
dan pembelajaran
merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pengetahuan yang
didapat oleh seseorang takkan pernah ada bila tanpa melalui proses pembelajaran. Sedangkan
hakekat daripada pembelajaran
itu sendiri adalah untuk memperoleh pengetahuan. Untuk memperoleh tersebut
dapat mengikuti pelatihan atau dapat juga untuk membaca buku. Dapat dibayangkan
bila pelatihan tersebut dapat digantikan dengan menggunakan bantuan teknologi informasi yang kini berkembang sedemikian pesatnya
dan telah merambah berbagai aspek kehidupan manusia. Bayangkan pula berapa
waktu dan biaya yang dapat dihemat bila proses pelatihan dan pembelajaran tersebut
dapat dilakukan tanpa memandang siapa pelakunya, tanpa batasan tempat dan
waktu. Dalam
terminologi perkembangan teknologi informasi bentuk pelatihan dan pembelajaran demikian
dikenal dengan istilah e-Learning.
2. Pengertian
E-learning adalah sebuah proses pembelajaran yang berbasis elektronik. Salah
satu media yang digunakan adalah jaringan komputer. Dengan dikembangkannya di
jaringan komputer memungkinkan untuk dikembangkan dalam bentuk berbasis web, sehingga kemudian dikembangkan
ke jaringan komputer yang lebih luas yaitu internet, inilah makanya system e-learning dengan menggunakan internet disebut juga internet enabled learning.
Penyajian e-learning berbasis web ini bisa menjadi lebih interaktif.
Informasi-informsai perkuliahan juga bisa real-time. Begitu pula dengan
komunikasinya, meskipun tidak secara langsung tatap muka, tapi forum diskusi
perkuliahan bisa dilakukan secara online dan real time. System e-learning ini
tidak memiliki batasan akses, inilah yang memungkinkan perkuliahan bisa
dilakukan lebih banyak waktu (Nugraha,2007).
3. Manfaat
Ada beberapa manfaat pembelajaran elektronik atau e-learning,
diantaranya adalah: Pembelajaran
dari mana dan kapan saja (time and place flexibility). Bertambahnya Interaksi pembelajaran antara
peserta didik dengan guru atau instruktur (interactivity enhancement). Menjangkau
peserta didik dalam
cakupan yang luas (global audience). Mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan
materi pembelajaran (easy
updating of content as well as archivable capabilities). Manfaat e-learning
juga dapat dilihat dari 2 sudut pandang :
a. Manfaat
bagi siswa
Dengan kegiatan
e-Learning dimungkinkan berkembangnya fleksibilitas belajar yang tinggi.
Artinya, kita dapat mengakses bahan-bahan belajar setiap saat dan
berulang-ulang. Selain itu kita juga dapat berkomunikasi dengan guru/dosen
setiap saat, misalnya melalui chatting dan email. Mengingat sumber belajar yang
sudah dikemas secara elektronik dan tersedia untuk diakses melalui internet, maka kita dapat
melakukan interaksi dengan sumber belajar ini kapan saja dan dari mana saja,
juga tugas-tugas pekerjaan rumah dapat diserahkan kepada guru/dosen begitu selesai
dikerjakan.
b. Manfaat bagi pengajar
Dengan adanya kegiatan e-Learning manfaat yang diperoleh guru/dosen antara
lain adalah bahwa guru/dosen/ instruktur akan lebih mudah melakukan pembaruan
materi maupun model pengajaran sesuai dengan tuntutan perkembangan keilmuan
yang terjadi, juga dapat dengan efisien mengontrol
kegiatan belajar siswanya.
Pengalaman
negara lain dan juga pengalaman distance learning di Indonesia ternyata
menunjukkan sukses yang signifikan, antara lain: (a) mampu meningkatkan
pemerataan pendidikan; (b) mengurangi angka putus sekolah atau putus kuliah
atau putus sekolah; (c) meningkatkan prestasi belajar; (d) meningkatkan
kehadiran siswa di kelas, (e) meningkatkan rasa percaya diri; (f) meningkatkan
wawasan (outward looking); (g) mengatasi kekurangan tenaga pendidikan; serta
(h) meningkatkan efisiensi (Soekartawi, 2005).
Keuntungan menggunakan
e-Learning diantaranya adalah sebagai berikut:
- Menghemat waktu proses belajar mengajar
- Mengurangi biaya perjalanan
- Menghemat biaya pendidikan secara keseluruhan (infrastruktur, peralatan, buku-buku)
- Menjangkau wilayah geografis yang lebih luas
- Melatih pembelajar lebih mandiri dalam mendapatkan ilmu pengetahuan
E-learning mempermudah interaksi antara peserta didik
dengan bahan/materi pelajaran. Demikian juga interaksi antara peserta didik dengan
dosen/guru/instruktur maupun antara sesama peserta didik. Peserta didik dapat
saling berbagi informasi atau pendapat mengenai berbagai hal yang menyangkut
pelajaran ataupun kebutuhan pengembangan diri peserta didik. Guru atau
instruktur dapat menempatkan bahan-bahan belajar dan tugas-tugas yang harus
dikerjakan oleh peserta didik di tempat tertentu di dalam web untuk diakses
oleh para peserta didik. Sesuai dengan kebutuhan, guru/instruktur dapat pula
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengakses bahan belajar
tertentu maupun soal-soal ujian yang hanya dapat diakses oleh peserta didik
sekali saja dan dalam
rentangan waktu tertentu pula (Website Kudos, 2002). Secara lebih rinci,
manfaat e-Learning dapat dilihat dari 2 sudut, yaitu dari sudut peserta didik
dan guru:
- Dari Sudut Peserta Didik
Dengan kegiatan
e-Learning dimungkinkan berkembangnya fleksibilitas belajar yang tinggi.
Artinya, peserta didik dapat mengakses bahan-bahan belajar setiap saat dan
berulang-ulang. Peserta didik juga dapat berkomunikasi dengan instruktur setiap
saat. Dengan kondisi yang demikian ini, peserta didik dapat lebih memantapkan
penguasaannya terhadap materi pembelajaran. Manakala fasilitas infrastruktur tidak hanya
tersedia di daerah perkotaan tetapi telah menjangkau daerah kecamatan dan
pedesaan, maka kegiatan e-Learning akan memberikan manfaat (Brown, 2000) kepada
peserta didik yang (1) belajar di sekolah-sekolah kecil di daerah-daerah miskin
untuk mengikuti mata pelajaran tertentu yang tidak dapat diberikan oleh
sekolahnya, (2) mengikuti program pendidikan keluarga di rumah (home schoolers)
untuk mempelajarii materi pembelajaran
yang tidak dapat diajarkan oleh para orangtuanya, seperti bahasa asing dan
keterampilan di bidang komputer, (3) merasa phobia dengan sekolah, atau peserta
didik yang dirawat di rumah sakit maupun di rumah, yang putus sekolah tetapi berminat
melanjutkan pendidikannya, yang dikeluarkan oleh sekolah,maupun peserta didik
yang berada di berbagai daerah atau bahkan yang berada di luar negeri, dan (4)
tidak tertampung di sekolah konvensional untuk mendapatkan pendidikan.
- Dari Sudut Instruktur
Dengan adanya kegiatan e-Learning (Soekartawi, 2002a,b), beberapa manfaat
yang diperoleh instruktur antara lain adalah bahwa instruktur dapat: (1) lebih
mudah melakukan pemutakhiran bahan-bahan belajar yang menjadi tanggung-jawabnya
sesuai dengan tuntutan perkembangan keilmuan yang terjadi, (2) mengembangkan
diri atau melakukan penelitian guna peningkatan wawasannya karena waktu luang
yang dimiliki relatif lebih banyak, (3) mengontrol kegiatan belajar peserta
didik. Bahkan instruktur juga dapat mengetahui kapan peserta didiknya belajar,
topik apa yang dipelajari, berapa lama sesuatu topik dipelajari, serta berapa
kali topik tertentu dipelajari ulang, (4) mengecek apakah peserta didik telah mengerjakan
soal-soal latihan setelah mempelajari topik tertentu, dan (5) memeriksa jawaban
peserta didik dan memberitahukan hasilnya kepada peserta didik.
Sedangkan
manfaat pembelajaran
elektronik menurut A. W. Bates (Bates, 1995) dan K. Wulf (Wulf, 1996) terdiri
atas 4 hal, yaitu:
- Meningkatkan kadar interaksi pembelajaran antara peserta didik dengan guru atau instruktur (enhance interactivity). Apabila dirancang secara cermat, pembelajaran elektronik dapat meningkatkan kadar interaksi pembelajaran, baik antara peserta didik dengan guru/instruktur, antara sesama peserta didik, maupun antara peserta didik dengan bahan belajar (enhance interactivity). Berbeda halnya dengan pembelajaran yang bersifat konvensional. Tidak semua peserta didik dalam kegiatan pembelajaran konvensional dapat, berani atau mempunyai kesempatan untuk mengajukan pertanyaan ataupun menyampaikan pendapatnya di dalam diskusi. Mengapa? Karena pada pembelajaran yang bersifat konvensional, kesempatan yang ada atau yang disediakan dosen/guru/instruktur untuk berdiskusi atau bertanya jawab sangat terbatas. Biasanya kesempatan yang terbatas ini juga cenderung didominasi oleh beberapa peserta didik yang cepat tanggap dan berani. Keadaan yang demikian ini tidak akan terjadi pada pembelajaran elektronik. Peserta didik yang malu maupun yang ragu-ragu atau kurang berani mempunyai peluang yang luas untuk mengajukan pertanyaan maupun menyampaikan pernyataan/pendapat tanpa merasa diawasi atau mendapat tekanan dari teman sekelas (Loftus, 2001).
- Memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran dari mana dan kapan saja (time and place flexibility). Mengingat sumber belajar yang sudah dikemas secara elektronik dan tersedia untuk diakses oleh peserta didik melalui internet, maka peserta didik dapat melakukan interaksi dengan sumber belajar ini kapan saja dan dari mana saja (Dowling, 2002). Demikian juga dengan tugas-tugas kegiatan pembelajaran, dapat diserahkan kepada instruktur begitu selesai dikerjakan. Tidak perlu menunggu sampai ada janji untuk bertemu dengan guru/instruktur. Peserta didik tidak terikat ketat dengan waktu dan tempat penyelenggaraan kegiatan pembelajaran sebagaimana halnya pada pendidikan konvensional. Dalam kaitan ini, Universitas Terbuka Inggris telah memanfaatkan internet sebagai metode/media penyajian materi. Sedangkan di Universitas Terbuka Indonesia (UT), penggunaan internet untuk kegiatan pembelajaran telah dikembangkan. Pada tahap awal, penggunaan internet di UT masih terbatas untuk kegiatan tutorial saja atau yang disebut sebagai “tutorial elektronik” (Anggoro, 2001).
- Menjangkau peserta didik dalam cakupan yang luas (potential to reach a global audience). Dengan fleksibilitas waktu dan tempat, maka jumlah peserta didik yang dapat dijangkau melalui kegiatan pembelajaran elektronik semakin lebih banyak atau meluas. Ruang dan tempat serta waktu tidak lagi menjadi hambatan. Siapa saja, di mana saja, dan kapan saja, seseorang dapat belajar. Interaksi dengan sumber belajar dilakukan melalui internet. Kesempatan belajar benar-benar terbuka lebar bagi siapa saja yang membutuhkan.
- Mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan materi pembelajaran (easy updating of content as well as archivable capabilities). Fasilitas yang tersedia dalam teknologi internet dan berbagai perangkat lunak yang terus berkembang turut membantu mempermudah pengembangan bahan belajar elektronik. Demikian juga dengan penyempurnaan atau pemutakhiran bahan belajar sesuai dengan tuntutan perkembangan materi keilmuannya dapat dilakukan secara periodik dan mudah. Di samping itu, penyempurnaan metode penyajian materi pembelajaran dapat pula dilakukan, baik yang didasarkan atas umpan balik dari peserta didik maupun atas hasil penilaian instruktur selaku penanggung-jawab atau pembina materi pembelajaran itu sendiri. Pengetahuan dan keterampilan untuk pengembangan bahan belajar elektronik ini perlu dikuasai terlebih dahulu oleh instruktur yang akan mengembangkan bahan belajar elektronik. Demikian juga dengan pengelolaan kegiatan pembelajarannya sendiri. Harus ada komitmen dari instruktur yang akan memantau perkembangan kegiatan belajar peserta didiknya dan sekaligus secara teratur memotivasi peserta didiknya.
4. Pro dan kontra terhadap e-Learning
Pengkritik e-Learning mengatakan bahwa “di samping daerah
jangkauan kegiatan e-Learning yang terbatas (sesuai dengan ketersediaan infrastruktur),
frekuensi kontak secara langsung antarsesama siswa maupun antara siswa dengan
nara sumber sangat minim, demikian juga dengan peluang siswa yang terbatas
untuk bersosialisasi (Wildavsky, 2001). Terhadap kritik ini, lingkungan pembelajaran elektronik
dapat membantu membangun/mengembangkan “rasa bermasyarakat” di kalangan peserta
didik sekalipun mereka terpisah jauh satu sama lain. Guru atau instruktur dapat menugaskan peserta
didik untuk bekerja dalam
beberapa kelompok untuk mengembangkan dan mempresentasikan tugas yang
diberikan. Peserta didik yang menggarap tugas kelompok ini dapat bekerjasama
melalui fasilitas homepage atau web. Selain itu, peserta didik sendiri dapat
saling berkontribusi secara individual atau melalui diskusi kelompok dengan
menggunakan e-mail (Website kudos, 2002).
Concord Consortium (2002) (http://www.govhs.org/)
mengemukakan bahwa pengalaman belajar melalui media elektronik semakin
diperkaya ketika peserta didik dapat merasakan bahwa mereka masing-masing
adalah bagian dari suatu masyarakat peserta didik, yang berada dalam suatu lingkungan
bersama. Dengan mengembangkan suatu komunitas dan hidup di dalamnya, peserta didik
menjadi tidak lagi merasakan terisolasi di dalam media elektronik. Bahkan, mereka bekerja saling bahu-membahu
untuk mendukung satu sama lain demi keberhasilan kelompok. Lebih jauh
dikemukakan bahwa di dalam
kegiatan e-Learning, para guru dan peserta belajar mengungkapkan bahwa mereka
justru lebih banyak mengenal satu sama lainnya. Para peserta belajar sendiri
mengakui bahwa mereka lebih mengenal para gurunya yang membina mereka belajar
melalui kegiatan e-Learning. Di samping itu, para guru e-Learning ini juga
aktif melakukan pembicaraan (komunikasi) dengan orangtua peserta didik melalui
telepon dan email karena para orangtua ini merupakan mitra kerja dalam kegiatan e-Learning.
Demikian juga halnya dengan komunikasi antara sesama para peserta e-Learning.
Di pihak manapun kita berada, satu hal yang perlu ditekankan dan dipahami
adalah bahwa e-Learning tidak dapat sepenuhnya menggantikan kegiatan pembelajaran konvensional
di kelas (Lewis, 2002). Tetapi, e-Learning dapat menjadi partner atau saling
melengkapi dengan pembelajaran
konvensional di kelas. e-Learning bahkan menjadi komplemen besar terhadap model
pembelajaran di
kelas atau sebagai alat yang ampuh untuk program pengayaan. Sekalipun diakui
bahwa belajar mandiri merupakan “basic thrust” kegiatan pembelajaran elektronik, namun jenis kegiatan
pembelajaran ini
masih membutuhkan interaksi yang memadai sebagai upaya untuk mempertahankan
kualitasnya (Reddy, 2002).
5. Kesimpulan dan Saran
Pengertian e-Learning atau pembelajaran elektronik sebagai salah satu
alternatif kegiatan pembelajaran
dilaksanakan melalui pemanfaatan teknologi komputer dan internet. Seseorang yang tidak dapat
mengikuti pendidikan konvensional karena berbagai faktor penyebab, misalnya harus
bekerja (time constraint), kondisi geografis (geographical constraints), jarak yang
jauh (distance constraint), kondisi fisik yang tidak memungkinkan (physical
constraints), daya tampung sekolah konvensional yang tidak memungkinkan
(limited available seats), phobia terhadap sekolah, putus sekolah, atau karena
memang dididik melalui pendidikan keluarga di rumah (home schoolers)
dimungkinkan untuk dapat tetap belajar, yaitu melalui e-Learning.
Penyelenggaraan e-Learning sangat ditentukan antara lain
oleh: (a) sikap positif peserta didik (motivasi yang tinggi untuk belajar
mandiri), (b) sikap positif tenaga kependidikan terhadap teknologi komputer dan
internet, (c)
ketersediaan fasilitas komputer dan akses ke internet, (d) adanya dukungan layanan
belajar, dan (e) biaya akses ke internet yang terjangkau untuk kepentingan pembelajaran/pendidikan. Perkembangan
di berbagai negara memperlihatkan bahwa jumlah pengguna internet terus meningkat; demikian juga
halnya dengan jumlah peserta didik yang mengikuti e- Learning dan institusi
penyelenggara e-Learning. Fungsi e-Learning dapat sebagai pelengkap atau
tambahan, dan pada kondisi tertentu bahkan dapat menjadi alternatif lain dari pembelajaran konvensional.
Peserta didik yang mengikuti kegiatan pembelajaran melalui program e-Learning memiliki pengakuan yang
sama dengan peserta didik yang mengikuti kegiatan pembelajaran secara konvensional.
Peserta didik maupun dosen/guru/instruktur dapat
memperolehmanfaat dari penyelenggaraan e-Learning. Beberapa di antara manfaat
e-Learning adalah fleksibilitas kegiatan pembelajaran, baik dalam arti interaksi peserta didik dengan materi/bahan pembelajaran, maupun interaksi
peserta didik dengan dosen/guru/ instruktur, serta interaksi antara sesama
peserta didik untuk mendiskusikan materi pembelajaran. Lembaga pendidikan konvensional (universitas,
sekolah, lembaga-lembaga pelatihan, atau kursus-kursus yang bersifat kejuruan
dan lanjutan) secara ekstensif telah menyelenggarakan perluasan kesempatan
belajar bagi ‘target audience’ mereka melalui pemanfaatan teknologi komputer
dan internet
(Collier, 2002). Seiring dengan hal ini, peserta didik usia sekolah yang
mengikuti kegiatan pembelajaran
elektronik juga terus meningkat jumlahnya (Gibbon, 2002).
DAFTAR PUSTAKA
Alhabshi, Syed
Othman. 2002. E-Learning: A Malaysian
Case Study. A Paper presented at the Africa-Asia Workshop on Promoting
Cooperation in Information and Communication Technologies Development,
organized by United Nations Development Program (UNDP) and the Government of Malaysia
at the National Institute of Public Administration (INTAN) on 26 March 2002, in Kuala Lumpur.
Anggoro, Mohammad
Toha. 2001. Tutorial Elektronik melalui Internet dan Fax Internet dalam Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Volume 2, No. 1,
Maret 2001. Tangerang: Universitas Terbuka.
Bates, A.W. 1995. Technology, Open Learning and Distance
Education. London:
Routledge.
Brown, Mary
Daniels. 2000. Education World:
Technology in the Classroom: Virtual High Schools, Part 1, The Voices of Experience
(http://www.education-world.com/a_tech/tech052.shtml)
Collier, Geoff. 2002. E-Learning in
Australia ( http://www.eduworks.com).
Concord Consortium. 2002. (http://www.govhs.org/)
Daniel, Sir John.
2000. Inventing the Online University. An
Address on the occasion of the opening of the Open University of Hong Kong
Learning Center on 4 December 2000, in Hong Kong.
Dowling, James,
et.al. 2002. “The e-Learning Hype Cycle”
in e-Learning Guru.com (http://www.e-learningguru.com/articles)
Downer, Alexander.
2001. The Virtual Colombo Plan-Bringing the Digital Divide.
(http://www.ausaid.gov.au/)
Feasey, Dave. 2001.
E-Learning. Eyepoppingraphics, Inc. (http://eyepopping.manilasites.com/profiles/)
Gibbon, Heather S.
2002. Process for Motivating Online Learners
from Recruitment through Degree Completion. Brenau University.
Hardhono, A.P.
2002. Potensi Teknologi Komunikasi dan
Informasi dalam Mendukung
Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh di Indonesia dalam Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak
Jauh Vol. 3, No. 1 Maret 2002. Tangerang: Pusat Studi Indonesia, Lembaga Penelitian
Universitas Terbuka.
Lewis, Diane E.
2002. “A Departure from Training by the
Book, More Companies Seeing Benefits of E-Learning”, The Boston Globe, Globe Staff, 5/26/02 (http://bostonworks.boston.com/globe/articles/052602/elearn.html)
Loftus, Margaret.
2001. But What’s It Like? Special Report
on E-Learning (http://www.usnews.com/edu/elearning/articles/020624elearning.htm)
McCracken, Holly.
2002. “The Importance of Learning
Communities in Motivating and Retaining Online Learners”. University
of Illinois at Springfield. Newsletter of Open and Distance
Learning Quality Council, October 2001 (http://www.odlqc.org.uk/odlqc/n19-e.html)
Nugroho, Warto Adi.
2007. E-Learning VS I-Learning “Penyempitan
Makna E-Learning dan penggunaan istilah “Internet-Learning”.www.ilmukomputer.com.
Pethokoukis, James
M. 2002. E-Learn and Earn. http://www.usnews.com/edu/elearning/articles/020624elearning.htm
Prabandari, dkk.
1998. Process Evaluation of An Internet-based Education on
Hospital and Health Service Management at Gajah
Mada University,
Yogyakarta, A Paper presented in the 4th
International Symposium on on Open and Distance Learning.
Rankin, Walter P.
2002. Maximal Interaction in the Virtual
Classroom: Establishing Connections with Adult Online Learners.
Reddy, V. Venugopal
and Manjulika, S. 2002. From Face-to-Face
to Virtual Tutoring: Exploring the potentials of E-learning Support. Indira
Gandhi National Open University.
Siahaan, Sudirman.
2002. Studi Penjajagan tentang
Kemungkinan Pemanfaatan Internet
untuk Pembelajaran
di SLTA di Wilayah Jakarta
dan Sekitarnya dalam
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Tahun Ke-8, No. 039, November 2002. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional.
Soekartawi. 2002a. Prospek Pembelajaran Jarak Jauh
Melalui Internet.
Disajikan pada Seminar Nasional Teknologi Pendidikan pada tanggal 18-19 Juli
2002 di Jakarta.
Soekartawi. 2002. E-learning, Kampus Virtual Masa Depan dalam Harian Pelita, 29
Juli 2002.
Tucker, Bill. 2000.
E-learning and Non-Profit Sector, White
Paper Discussion of the Potential of E-Learning to Improve Non-Profit
management Training, Washington,
SmarterOrg, (www.smarterorg.com).
Waller, Vaughan and
Wilson, Jim. 2001. A Definition for
E-Learning in Newsletter of Open and Distance Learning Quality Control. October
2001. (http://www.odlqc.org.uk/odlqc/n19-e.html).
Wildavsky, Ben.
2001. “Want More From High School?”
Special Report: E-Learning 10/15/01,
Sumber: http://www.usnews/edu/elearning/articles).
Wulf, K. 1996. Training via the Internet: Where are We? Training and Development.